Keluarga Nabi Ibrahim, AS.
Ummu Ismail tak berhasil mencari jawaban dari Nabi Ibrahim kenapa sang suami tega meninggalkan mereka di lembah tak bertanaman, tanpa kerabat dan bekal, kecuali sekantung makanan dan minuman untuk hari itu. Maka ia mencoba mencari pertanyaan lain yang mencairkan segala yang beku, membukakan segala yang buntu, dan memudahkan segala yang mustahil,
“Allah kah yang menyuruhmu meninggalkan kami disini?" tanya Ummu Ismail.
“Ya,” jawab Ibrahim.
"Bila demikian, pastilah Ia tak akan menyia-nyiakan kami”, sahut Ummu Ismail.
Pada kondisi paling kritis dan dilematis itu, ia berhasil mengambil keputusan terbaik. Padahal sangat manusiawi, bila ia meminta agar Allah melimpahkan bahan makanan. Tapi yang dilakukan justru berdoa agar keturunannya menegakkan shalat, agar sebagian umat manusia mencintai mereka, baru kemudian ia minta agar Allah memberikan mereka rezeki buah-buahan (QS. 14;37). Ia memang pemimpin visioner.
Atau betapa bijaknya Ismail alaihissalam ketika ayahnya mengungkapkan,
“Aku melihat dalam mimpi, bahwa aku menyembelihmu." Ismail menjawab,
“Lakukanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insya Allah engkau akan temukan daku termasuk orang-orang yang sabar.” (QS. 37:102)
Berbeda sekali dengan jawaban Yam bin Nuh yang telah menyaksikan langit pecah menumpahkan air berderai-derai dan bumi membelah mengeluarkan banjir bandang, lalu menjadi paduan ombak yang menggunung. Ternyata, ia masih yakin dapat berlindung ke bukit dan enggan bergabung dengan bapaknya dalam bahtera penyelamat (Qs, 11: 42-44). Inilah tanda kegagalan tarbiyah dzatiyah dan dominasi pandangan khas materialisme, yang di kurun ini kian merebak.
Nabi Yusuf, AS.
Ditengah paksaan isteri pembesar Mesir yang mengajaknya berbuat mesum, Yusuf as menjawab,
“Aku berlindung kepada Allah.”
Dan ketika isteri pembesar Mesir memprovokasi suaminya untuk menjatuhkan hukuman berat atau memenjarakannya, Yusuf mengajukan pembelaan yang sangat tegas dan polos,
"Dia yang merayu diriku."
hal yang di belakang hari dijawabnya dengan kata-kata yang lebih dewasa dan elegan.
Ketika raja memintanya datang ke istana karena kecemerlangan menta’wil mimpi, Yusuf menyuruh sang utusan kembali untuk menanyakan kisah wanita-wanita yang mengiris-iris jari mereka sendiri saat Yusuf melintas. Maka ia tak perlu lagi mengatakan dia (isteri pembesar Mesir) yang merayuku, justru isteri pembesar Mesir yang semula main penjara dan siksa, kini mengaku bahwa ia yang merayu dan Yusuf menjaga diri.
Wallahualam
SALAM MUJAHADAH
1 comment:
alhamdulillah..terpujuk..syukran ummi mum syg..:))
Post a Comment